Banyaknya pria Taiwan yang ingin memiliki istri berasal dari Amoy Singkawang memang bukan tanpa sebab. Selain karena ada sedikit persamaan budaya, pria Taiwan menyukai amoy Singkawang, karena Amoy Singkawang dikenal rajin mengurus rumah tangga. “Kalau perempuan Taiwan, mau jadi artis semua. Kalau anak perempuan kita kan mau kerja di dapur,” kata Aliong, warga Tionghoa yang tinggal di Pasiran Singkawang Barat. Putri Aliong juga menikah dengan pria Taiwan.
Modal menikah dengan amoy Singkawang pun tidaklah besar. Berbeda dengan jika harus menikahi perempuan Taiwan. Kata Aliong, kalau orang Taiwan menikahi amoy Singkawang, cukup dengan modal 40 ribu Yen atau sekitar Rp100 juta saja. Hanya saja, menikah dengan pria Taiwan memang harus sedikit bersabar, terutama saat baru menikah.
Kata Aliong, tiga bulan pertama menikah, inilah yang paling sakit. Sebab biasanya, mertua yang memegang uang hasil kerja anak lelakinya. “Tiga bulan pertama, menantunya (amoy Singkawang) disuruh jualan tapi tidak diberi uang. Ini sebagai percobaan, lihat hatinya benar-benar ingin kawin atau bagaimana?” ceritanya.
Biasanya, istri yang tidak kuat, dia akan kabur. Tapi memang seperti itulah cara mereka menilai istri dari anaknya itu.
Giliran Pria Tiongkok
Sejak 4-5 tahun terakhir ini, menurut penuturan sebagian masyarakat Tionghoa Singkawang, sudah jarang ada pria Taiwan yang datang ke Singkawang untuk mencari calon istri. Namun sejak 2013, disinyalir banyak pria Tiongkok (RRC) yang berdatangan ke Singkawang untuk mencari calon istri. “Saya pernah lihat beberapa pria RRC berjalan kaki di Singkawang. Kata orang-orang di warung kopi, mereka sedang mencari calon istri,” ucap sumber Kapuas Post yang namanya tidak mau disebutkan.
Pria RRC yang datang ke Singkawang ini, relatif masih muda-muda. Usianya berkisaran 20 tahun. “Setelah saya tanya teman orang Tionghoa, katanya bahaya menikah dengan pria Tiongkok karena sifatnya sedikit keras,” ujarnya.
Disinyalir mulai banyaknya pria Tiongkok yang datang ke Singkawang untuk mencari calon istri, juga dibenarkan oleh Aliong. Ia mengaku pernah mendengar adanya pria-pria Tiongkok yang datang ke Singkawang untuk mencari calon istri.
“Orang Taiwan sudah jarang datang ke sini. Selama saya menjadi RT, belum pernah saya punya warga nikah dengan Taiwan,” ujar Aliong. Kata dia, kalau sekarang menikah dengan orang luar negeri tidak mudah. Harus resmi tidak seperti dulu, yang bisa buat surat sembarangan.
Nenek Amoy Jual Cucunya
Demi mendapat Rupiah juga, seorang nenek yaitu Ng Kek Jung (61) tega membujuk dan mengancam cucunya, amoy berinisial ER (16), agar mau menikah dengan Liu Zhong Chai. Rencana perdagangan orang bermodus pernikahan inipun berhasil digagalkan Polda Kalbar.
Dalam kasus ini, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kalbar empat tersangka pelaku tindak pidana perdagangan orang dengan modus pernikahan. Korbannya merupakan gadis Tionghoa yang masih di bawah umur.
“Korbannya ER, tinggal di Jalan Komyos Sudarso, Kota Pontianak,” kata Kombes Krisnanda, Rabu (2/11).
Empat tersangka yang berhasil diamankan Polda Kalbar dalam kasus ini, ialah Budy Then (36), Liu Zhong Chai (Tiongkong) berumur 31 tahun dan Noviana Lim (19) serta Ng Kek Jung yang merupakan nenek korban. Selain keempat tersangka ini, masih ada satu orang lain yang buron atas nama ASH. Orang ini merupakan pemain lama.
Kata Krisnanda, kasus trafficking ini bermula dari Noviana menawarkan gadis Tionghoa, ER pada ASH untuk dinikahkan dengan pria asal Tiongkok, Liu Zhong Chai. Warga Tiongkok itu menerima tawaran ASH, kemudian dilakukanlah pertunangan di Restoran Fajar, Jalan Pahlawan Pontianak Selatan pada Senin (24/10). Liu Zhong Chai kemudian memberikan uang sebanyak Rp57 juta pada ASH yang dibagikan pada Noviana Lim sebanyak Rp4 juta. ASN juga memberikan uang pada Ng Kek Jung sebesar Rp20 juta.
Sebenarnya ER menolak dijodohkan dengan warga Tiongkok ini, namun neneknya dan ASH terus memaksa dan mengancam korban. Mereka mengancam jika ER tidak mau bertunangan, maka korban harus mengembalikan uang yang telah diberikan oleh Liu Zhong Chai.
Menurut Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Suhadi Suwondi, warga Tiongkok, Liu Zhong Chai (31) ini sempat menginap 13 hari di Pontianak saat akan menikahi ER. Dia menginap di Hotel GM selama 9 hari dan di Hotel BR selama empat hari. Setelah pertunangan, Liu Zhong Chai kemudian membawa ER ke Jakarta pada 25 Oktober lalu. Menerima informasi ini, Tim Ditreskrimum Polda Kalbar langsung mengejar dan menangkap para tersangka.
“Rabu (26/10), Tim Dit Reskrimum Polda Kalbar bersama Subdir IV Dit Reskrimum Polda Banten berhasil menangkap para tersangka,” beber Suhadi.
Kata Suhadi, kasus tindak pidana perdagangan orang dengan modus pernikahan ini sudah sering dilakukan oleh ASH yang dibantu Noviana.
Keempat tersangka telah ditahan di Mapolda Kalbar dan dijerat dengan pasal 2,6 dan 10 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. saat ini ditahan di Mapolda Kalbar dan dijerat dengan pasal 2, 6 dan 10 Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Suhardi, Kabid Pelayanan Catatan Sipil Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Singkawang mengatakan, perkawinan campur (antar negara) mengacu pada Permendagri Nomor 19 Tahun 2010. Acuan lainya yaitu UU Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang selanjutnya direvisi menjadi UU Nomor 24 tahun 2014. Jadi syarat perkawinan campur ini, diantaranya harus ada surat keterangan perkawinan dari pemuka agama, dua orang saksi berusia 21 tahun ke atas, surat izin dari perwakilan negaranya untuk warga negara negara asing yang menjelaskan statusnya masih lajang. Kemudian, pastor dan surat izin melaporkan kedatangan dari kepolisian untuk warga negara asing.
Untuk pengantin perempuannya, jika usianya masih di bawah 16 tahun, harus ada izin dari Pengadilan Negeri. Sementara usia di atas 17 tahun, harus ada izin orang tua. Berdasarkan data yang dihimpun Kapuas Post dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Singkawang, perkawinan campur yang tercatat sejak 2005 hingga 2014, ada 105 orang.
Perkawinan campur terbanyak terjadi di tahun 2011 yaitu berjumlah 117 orang. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan perkawinan WNI di tahun yang sama, dengan angka 114 orang. Sedangkan perkawinan campur yang tercatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Singkawang dari Januari hingga September 2016, sebanyak 55 orang. “Data ini yang mencatatkan perkawinannya di kami,” katanya.