Achsanul Qosasi: Pembangunan BTS 4G Tak Lihat Kondisi di Lapangan

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Menemukan sejumlah masalah dalam pembangunan proyek Base Transceiver Station (BTS) 4G dan Infrastruktur Pendukungnya. Proyek strategis Presiden Jokowi ini menelan biaya hingga Rp28 Triliun dengan target 7.200 menara di wilayah Terluar, Terdepan, dan Terpencil (3T).  

Dalam audit tujuan tertentu yang dilakukan BPK, masalah ditemukan mulai dari proses perencanaan, prakualifikasi, pengumuman tender, hingga pelaksanaan. Pada tahap pertama pembangunan yang menargetkan 4.200 BTS senilai Rp11 triliun, BTS yang rampung terbangun baru sekitar 2000-an. Tim Klub Jurnalis Investigasi (KJI) yang terdiri dari Jaring.id, Tempo.co, DetikX, SCTV, Tirto.id, dan Suara.com menemui Anggota BPK, Achsanul Qosasi pada, Maret 2023 untuk mengetahui lebih detil hasil pemeriksaan BPK. Berikut petikan wawancaranya.

 

Bagaimana awal mula BPK melakukan audit terhadap proyek ini?

Saya harus ceritakan BPK memeriksa pada 2021 dan 2022. Untuk BTS ini, ada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) selesai tahap perencanaan dan pembangunan BTS. Apa yang ada di laporan tidak sesuai target yang disesuaikan. Alasannya covid, ya kami terima. Cuma kan ada beberapa hal yang mestinya diselesaikan.

 

Dalam audit BPK disebutkan ada beberapa syarat prakualifikasi yang tidak sesuai. Bisa dijelaskan?

Saat tender kami temukan beberapa hal yang tidak sesuai dengan persyaratan. Penyidik bisa memanfaatkan laporan ini. Para penyidik Kejagung Agung sudah koordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan. Kami sampaikan sejumlah temuan kami ke mereka. Dalam proses audit, dalam perjalanannya, ada sejumlah perbaikan yang dilakukan oleh Kominfo.

Ini merupakan program strategis nasional yang sesuai Nawacita presiden. Sehingga BAKTI bikin Palapa Ring Barat, Timur, Tengah. Adapun BTS bahkan digunakan untuk menangkap sinyal yang disiapkan BTS ini. Pada April nanti akan ada Satelite Satria, diharapkan di daerah 3T bisa menangkap sinyal dan informasi ter-update. Itu tujuan pemerintah agar (masyarakat) melek teknologi dan mempercepat akses informasi. Dalam perjalannya Palapa Ring berjalan dan tinggal BTS ini yang ada masalah hukum

Sejumlah BTS harusnya bisa aplikatif terhadap Satelit Satria. Temuan BPK, BTS harus ganti alatnya karena tidak aplikabel terhadap satria. Ke depan pembangunan (BTS) sisanya agar BAKTI memperhatikan. Mestinya disiapkan sejak awal bahwa (BTS) akan aplikabel dengan Satelit Satria.

 

BPK juga menemukan adanya Ketidaksesuaian anggaran. Itu seperti apa?

Ini masalah perencanaan. Pada saat merencanakan 7.000 titik (pembangunan) dilakukan di atas meja. Istilah pemeriksa tidak turun survei ke lapangan. Sehingga mestinya tidak perlu dibangun karena (BTS BAKTI) redundan dengan telkomsel. Maka, BPK minta jumlahnya dikurangi. Dengan pengurangan itu mestinya tidak 7.000 titik. Jadi, APBN yang disiapkan untuk BTS ini enggak harus 7000 titik. Harusnya berkurang dari itu.

Carilah titik yang sesuai kebutuhan desa. Kadang rakyatnya tidak ada di lokasi pembangunan tower. Akhirnya (pembangunan BTS) dibatalkan karena perencanaan tidak matang.

 

Pembangunan ini juga dinilai melakukan pemborosan. Bisa diperjelas?

Kami ambil sampel random. Kami tidak menggunakan sistem populasi. Kan ada ribuan (titik), makanya saya turunkan tim lagi. Dengan beberapa sampling, minimal itu yang terjadi. Potensi (kerugian) lebih besar sangat mungkin.  Bisa dikatakan BPK tidak memeriksa ribuan titik. Kita ambil lebih dari 50 persen agar layak diambil kesimpulan.


Laporan ini merupakan hasil kolaborasi media yang tergabung dalam Klub Jurnalis Investigasi (KJI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).  

Dirjen PSDKP KKP: Kami Bisa Membaur dengan Pelaku

Berdasarkan indeks risiko IUU Fishing yang dirilis Global Initiative Against Transnational Organized Crime (Gitoc) pada Desember 2023, Indonesia tercatat sebagai negara terburuk keenam dari 152 negara dalam menangani praktik illegal, Uunreported, and unregulated fishing (IUUF).

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.