Punya banyak kekayaan. Berupa uang maupun asset. Bergerak dan tidak bergerak. Jika dirupiahkan, mencapai belasan milyar. Ini didapatkan sewaktu menjadi Bupati dan wakil Bupati. Olehnya itu, petahana ini kembali bertarung pada Pilkada serentak 2015. Sayang, harta kekayaan itu tidak dilaporkan secara jujur. Mereka dituding melakukan pemalsuan laporan.
Di antara petahana itu, ada nama Sitti Umuria Suruwaky yang berpasangan dengan Sjaifuddin Goo dalam Pilkada kabupaten Seram Bagian Timur. Sitti, begitu ia disapa, diduga tidak melaporkan harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hasil penelusuran Ambon Ekspres di website resmi KPK, kekayaan Sitti mencapai Rp3,374,405,716. Ini dilaporkan ke KPK 7 Agustus 2015. Dengan rincian, harta tidak bergerak Rp200,000,000, harta bergerak Rp578,000,000 yang terdiri dari motor merek Kawasaki Ninja RR yang dibeli tahun 2009 seharga Rp15,000,000.
Kemudian, satu mobil Jazz Rp120,000,000, satu mobil Nissan X-Trail Rp178,000,000 dan mobil Toyota yang dibeli pada 2013 seharga Rp265,000,000.
Sitti juga memiliki perkebunan pala sejumlah 700 pohon, Rp800,000,000, usaha Butik Sitolu’A’Aly Rp590,000,000 dan Hotel Umuria dengan jumlah asset senilai Rp700,000,000. Juga harta bergerak lainnya berupa logam mulia Rp175,000,000, logam mulai pembelian 1998 Rp50,000,000 dan benda bergerak lainnya Rp35,000,000. Selain itu, kekayaan Sitti dalam bentuk giro dan setara kas lainnya Rp246,405,716.
Namun, Sitti diduga tidak melaporkan ini dengan tidak mendaftarkan harta tak bergerak lain miliknya dalam kekayaan tersebut.
Sumber Ambon Ekspres menyebutkan, Sitti juga memiliki 2 unit rumah di Jakarta. Salah satunya di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Utara. Rumah tersebut terdiri atas tiga lantai dan termasuk mewah. “Yang saya tahu, hanya itu saja. Karena memang saya lihat. Malahan ada foto mobilnya,” kata sumber yang tak mau namanya ditulis itu kepada Ambon Ekspres, pekan lalu.
Sumber lain menyebutkan, Sitti yang kini maju bersama Sjaifuddin Goo dan diusung PDIP, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) PKP Indonesia, Nasdem, dan Hanura, juga memiliki 1 unit rumah di Jatinegara, Jakarta Timur. Dia juga memiliki asset tidak bergerak lainnya di kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Tapi, tidak satupun dimasukan dalam LHKPN tahun 2015. “Laporan ini tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Ini laporan omong kosong. Perlu ditelusuri,” kata sumber tersebut.
Tim pemenangan pasangan Sitti Umuria Suruwaky-Sjaifuddin Goo, Abas Rumadan saat dikonfirmasi Ambon Ekspres, mengaku, laporan harta kekayaan itu sudah benar. “Kalau manipulasi, saya kira tidak. Ibu Sitti itu sudah dua periode menjadi wakil bupati. Bagaimana dia melakukan hal demikian,” kata Abas.
Namun, Abas tidak mengetahui harta kekayaan Sitti terperinci. “Kalau harta kekayaan beliau apa-apa saja, saya tidak tahu persis. Tapi yang jelas, kami yakin laporan itu tidak dimanipulasi,” kilah Abas saat ditanya soal dua unit rumah mewah milik Sitti di Jakarta.
Tim pemenangan lainnya yang juga disebut menyusun dokumen laporan harta kekayaan Sitti, Manan Rahawarin membenarkan adanya dua unit rumah di Jakarta. “Kalau tidak salah, rumah mungkin ada. Kalau mobil Pajero Sport, saya tidak tahu,” kata Manan. Hanya saja, Manan tidak mau berkomentar ketika ditanya soal alasan rumah tersebut tidak dimasukkan ke dalam dokumen LHKPN.
Wajib Dilaporkan
Pelaporan harta kekayaan calon kepala daerah menjadi kewajiban bagi setiap pejabat negara (PN) dan calon pejabat negara sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal ini ditegaskan oleh pasal 5 ayat (2) yang berbunyi”Bersedia diperiksa harta kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat”.
Sedangkan terkait dengan syarat admninistrasi pencalonan diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 9 tahun 2015 tentang pencalonan Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil Bupati, Walikota dan wakil walikota. Yang secara terperinci disebutkan pada pasal 4 huruf (i) , yakni calon kepala daerah adalah warga negara Indonesia yang wajib memenuhi syarat, diantaranya menyerahkan daftar kekayaan pribadi.
Kewajiban pelaporan harta kekayaan secara transparan ini, juga ditegaskan dalam UU Pilkada nomor 8/2015 pasal 184. Pasal itu berbunyi ”Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)”.
“Jadi, kalau ternyata ditemukan oleh lembaga berwenang (KPK-red) bahwa terjadi manipulasi pelaporan LHKPN, maka sanksinya adalah pidana. Dan yang menentukan manipulatif atau tidak, adalah lembaga yang berwenang tersebut,” ujar komisioner Komisi Pemilihan Umum Provinsi Maluku Divisi Hukum, Syamsul Rivan Kubangun.
Dia menambahkan, KPU tidak mempunyai kewenangan untuk membatalkan calon yang telah ditetapkan terpilih sebagai kepala daerah, meski di kemudian hari dalam proses penelusuran, pemeriksan dan verifikasi LHKPN terdapat laporan yang tidak benar. Namun, lanjutnya, jika LHKPN ditengarai manipulatif, maka harus diproses secara hukum.
“Kalau misal terbukti LHKPN manipulatif, maka kami tetap mendorong agar proses hukumnya harus dilakukan. Jadi, bukan saja soal integritas, tapi sisi hukumnya juga harus ditindaklanjuti,” tandasnya.
Peran LHKPN dalam Pilkada
Dalam proses pemilihan Kepala Daerah secara langsung, LHKPN tidak hanya berfungsi dalam pencegahan dan penindakan, namun juga dapat dimanfaatkan oleh publik sebagai salah satu mekanisme untuk menilai kejujuran dan integritas calon kepala daerah. Di samping itu, juga untuk meningkatkan transparansi dan kepercayaan masyarakat dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan, dengan cara membuka informasi mengenai harta calon kepala daerah untuk menunjukkan bahwa tidak ada harta yang disembunyikan.
Pelaporan harta kekayaan juga berfungsi untuk mengawasi harta kekayaan calon kepala daerah, dengan harapan untuk secara persuasif mencegah mereka dari penyimpangan perilaku, melindungi mereka dari tuduhan palsu, dan juga untuk membantu memperjelas ruang lingkup illicit enrichment atau aktivitas ilegal lainnya melalui peran pelaporan harta kekayaan sebagai bukti pendukung.
Pengamat pemerintahan Universitas Pattimura, Mohtar Nepa-Nepa menilai, akan berdampak negatif dalam sisi individual. Publik akan menilai bupati yang bersangkutan tidak jujur dan berpotensi melakukan korupsi.
“Pertama, dia sudah tidak transparan. Karena prinsip penyelenggaraan pemerintahan menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas. Jangan sampai suatu ketika di kemudian hari, harta kekayaan mereka tiba-tiba melambung tinggi atau menurun drastis,” katanya.
Dalam konteks penyelenggaraan Pilkada, LHKPN para calon kepala daerah menjadi item mutlak yang harus diketahui oleh pemilih. Pasalnya, harta kekayaan yang wajib dilampirkan dalam LHKPN sebagai bahan referensi bagi masyarakat agar cermat menilai harta kekayaan semasa sebelum maupun sesudah menjadi kepala daerah.
Dan yang paling penting, adalah dampaknya terhadap penyelenggaraan pemerintahan nantinya. Publik akan menaruh curiga, bahkan memastikan pemerintahahan daerah yang dijalankan oleh para calon terpilih yang tidak jujur menyampaikan harta kekayaan pribadi, juga tidak transparan sebagaimana prinsip pemerintahan bersih dan baik (good and clean governance).
“Ini kan bagian dari permulaan publik menilai pemerintahan yang akan dijalaninya selama lima tahun ke depan, juga tidak transparan dan akuntabel. Dampak lainnya, kepala daerah tersebut punya potensi besar untuk melakukan tindakan pidana korupsi,” jelasnya.
Memastikan Kepatuhan
Pengamat hukum Universitas Darussalam Ambon, Dayanto. Menurut dia, laporan harta kekayaan yang diduga manipulatif yang disampaikan media massa, akan menjadi informasi awal bagi KPU untuk melakukan investigasi.
Sehingga kata dia, laporan yang tidak transparan tersebut akan menjadi bom waktu bagi para calon kepala daerah ketika mereka terpilih.”Karena, KPK yang akan menelaah pelanggaran hukumnya di mana. Dan ini menjadi bom waktu, jika terbukti mereka memanipulasi laporan harta kekyaan,” paparnya.
LHKPN memiliki peran ganda dari sisi pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi (TPK). LHKPN berperan sebagai instrument sosial yang dibentuk oleh hukum dengan tujuan-tujuan tertentu, diantaranya untuk memastikan integritas para calon PN/pengisi jabatan publoik, menimbulkan rasa takut di kalangan PN untuk berbuat korupsi, menanamkan sifat kejujuran, keterbukaan, dan tanggung jawab (karakter etis) di kalangan PN, mendeteksi potensi konflik kepentingan antara tugas-tugas publik PN dengan kepentingan pribadinya, meningkatkan kotrol masyarakat terhadap PN, dan menyediakan bukti awal dan/atau bukti pendukung bagi penyidikan dan penuntutan perkara korupsi.
Pejabat Negara (PN) yang tidak melaporkan kekayaannya secara benar, bisa diklasifikasikan sebagai tindakan pemalsuan. Pemalsuan yang mungkin dilakukan dalam pelaporan kekayaan bisa berupa menyembunyikan kekayaan tertentu, mengubah asal-usul kekayaan dari yang sebenarnya, dan mengurangi nominal kekayaan tertentu secara sepihak.
“Karena itu, LHKPN ini menjadi bagian dari kepatuhan para calon kepala daerah maupun yang sudah menjabat sebagai penyelenggara negara. Jadi, bukan sekedar laporan,” tambah Dayanto.