Liputan Investigasi Terbaik 2022 dari Asia Tenggara

Kebebasan pers di Asia Tenggara sedang tidak baik-baik saja. Hanya 3 dari 11 negara di kawasan ini yang indeks kebebasan persnya mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tak cuma itu, di Asia Tenggara hanya Timor Leste yang posisinya berada di dalam daftar 100 negara dengan kebebasan pers terbaik pada 2022.

Banyak faktor dituding jadi penyebab muramnya kondisi pers Asia Tenggara. Mulai dari swasensor yang dilakukan oleh jurnalis, tekanan pemerintah yang bergerak ke arah otoritarian, hingga pengaruh ekonomi-politik

Namun, ada juga kabar baik di tengah kepungan berbagai hal buruk tersebut. Beberapa lembaga internasional menggelontorkan dana hibahnya untuk liputan investigasi di kawasan ini, khususnya untuk isu lingkungan. Dengan dana tersebut, jurnalis Malaysia mengungkap soal kesenjangan data hutan; jurnalis Indonesia mengangkat praktik lancung di balik pertambangan nikel; dan jurnalis Myanmar membahas soal kerusakan lingkungan yang semakin masif pascakudeta militer 2021.

Selain liputan-liputan tersebut, masih banyak jurnalis di Asia Tenggara yang menggarap liputan investigatif menarik dan penting secara mandiri. Ada liputan soal serangan digital terhadap media; perbudakan di balik kejahatan siber; hingga investigasi detail mengenai tragedi sepak bola di Indonesia.

Liputan-liputan tersebut kami susun dalam daftar liputan investigasi terbaik dari Asia Tenggara pada 2022. Daftar ini menunjukkan bahwa para jurnalis terus berjuang mengungkap kebenaran di tengah berbagai tekanan. Hal lain yang tak kalah penting, karya-karya dalam daftar ini menunjukkan kalau jurnalisme masih punya peran penting dalam memeriksa dan membongkar klaim yang diajukan pihak berkuasa, mengontrol kekuasaan, serta memberi suara pada kelompok yang jadi korban kekuasaan korup.

 

Tentacles of the nickel mines, Tempo (Indonesia)

Operasi pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara, Indonesia. Gambar: Shutterstock

Seiring dengan ambisi Indonesia menjadi pusat produksi baterai kendaraan listrik dunia, banyak pengusaha berebut izin pertambangan nikel. Penelusuran Majalah Berita Mingguan Tempo mengungkap berbagai praktik lancung di balik praktik ini. Di dua provinsi dengan cadangan nikel terbesar di Indonesia, izin tambang didapat dengan menggunakan dokumen palsu, tanpa proses lelang, dan tanpa izin pembukaan hutan.

Tak main-main, luas izin areal pertambangan yang diduga didapat dengan menggunakan dokumen palsu mencapai 27.481,53 hektare. Angka tersebut setara dengan 41,4% luas DKI Jakarta, ibu kota Indonesia. Penelusuran Tempo juga mengungkap keterlibatan berbagai pihak yang berada di balik perusahaan pemenang izin. Mulai dari pejabat pemerintahan, politikus, hingga mantan aktivis. Skandal yang diungkap dalam liputan ini menjadikannya salah satu liputan investigasi terbaik di Asia Tenggara pada 2022.

 

Dubious sites spamming PH news groups traced to Swedish black hat SEO operator, Rappler (Filipina)

Gambar: tangkapan layar, Rappler
Gambar: tangkapan layar, Rappler

Serangan digital semakin kerap terjadi pada media massa dan jurnalis, termasuk di Filipina. Namun, dua seri liputan garapan Rappler ini menarik karena mereka melacak bentuk yang jarang menyasar media: spamming backlink.

Kebanyakan pengelola situs web mungkin senang dengan backlink karena hal ini bisa meningkatkan reputasi mereka di mesin pencari. Namun, hal yang terjadi pada Rappler, Philstar, dan ABS-CBN News adalah sebaliknya. Praktik ini justru berpotensi menggerus reputasi situs-situs mereka lantaran algoritma Google mampu melacak backlink yang berpola spam dan manipulatif. Untuk melacak serangan ini, Rappler bekerja sama dengan Qurium, lembaga forensik digital asal Swedia.

Hasil penelusuran alamat IP mendapati kalau serangan ini diduga dikoordinasikan dari Swedia. Rappler dan Qurium juga menemukan bahwa serangan backlink ke tiga media di Filipina setidaknya butuh ongkos hingga US$10.986, atau setara dengan Rp171,43 juta. Namun, potensi cuannya jauh lebih tinggi lagi. Untuk menghapus backlink tersebut, dibutuhkan biaya hingga US$128.232, atau setara dengan Rp2 miliar.

 

Rough roads: The exploitation of Filipino truck drivers in Europe, Rappler (Filipina)

Gambar: tangkapan layar, Rappler
Gambar: tangkapan layar, Rappler

Perusahaan-perusahaan truk Eropa menetapkan basis operasional mereka di Eropa Timur, walaupun mereka hanya beroperasi di Eropa Barat. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir upah supir truk. Pasalnya, Eropa Timur punya standar upah yang lebih rendah dibandingkan dengan Eropa Barat. Supir truk dari Eropa Timur dibayar sekitar €500 (Rp8,2 juta), sementara supir truk dari Eropa Barat dibayar sekitar €3.000 (Rp49,3 juta) untuk pekerjaan yang sama. 

Kekurangan supir truk, perusahaan-perusahaan truk Eropa mencari supir truk hingga ke Filipina. Supir truk asal Filipina pun dimasukkan melalui Eropa Timur agar perusahaan dapat meminimalisir upah mereka. Rappler mewawancarai beberapa sopir truk asal Filipina yang bekerja di perusahaan-perusahaan truk Eropa. Ternyata, selain diupah dengan tak adil, para supir truk ini juga dieksploitasi oleh perusahaan mereka. Mereka telah mengajukan tuntutan hukum terhadap perusahaan atas kasus perdagangan manusia. Namun, tuntutan mereka ditolak. Berdasarkan analisis Rappler terhadap dokumen pengadilan terkait tuntutan ini, tuntutan ditolak karena undang-undang di Eropa tidak mengakui eksploitasi yang dialami oleh para sopir truk asal Filipina sebagai bentuk perdagangan manusia. Aspek cross-border liputan ini menempatkannya sebagai salah satu liputan investigasi terbaik di Asia Tenggara.

 

How Indonesian villagers lost their cut of the palm oil boom, Mongabay, The Gecko Project, dan BBC (Indonesia)

Gambar: tangkapan layar, The Gecko Project

Di Indonesia, perusahaan sawit diwajibkan secara hukum untuk membagi lahan perkebunan mereka untuk masyarakat di sekitar perkebunan. Lahan untuk masyarakat ini disebut dengan “plasma”. Dengan adanya plasma, masyarakat diharapkan dapat bebas dari kemiskinan. Namun, seiring dengan semakin banyaknya perusahaan sawit di Indonesia, muncul berbagai tuduhan tentang gagalnya perusahaan-perusahaan sawit memenuhi kewajiban hukum terkait plasma.

Mongabay, BBC News, dan The Gecko Project menginvestigasi tuduhan tersebut dengan menganalisis laporan perusahaan sawit, catatan pengadilan, data pemerintah, serta mewawancarai masyarakat, pejabat, akademisi, aktivis, dan karyawan perusahaan sawit. Hasil investigasi menunjukkan bahwa perusahaan sawit telah gagal menyediakan ratusan ribu hektar plasma untuk masyarakat. Pemerintah pun tak mampu mendesak perusahaan untuk menyediakan plasma. Hal ini membuat masyarakat berpotensi merugi hingga triliunan rupiah setiap tahunnya.

Investigasi juga menemukan bahwa ada sejumlah perusahaan barang konsumsi besar, seperti Kellogg’s, Unilever, dan Johnson & Johnson, yang mendapatkan minyak sawit dari perusahaan sawit yang diduga melakukan pelanggaran terkait plasma. Beberapa dari mereka telah berjanji untuk menyelidiki persoalan ini lebih lanjut.

 

Unrecorded Forest Loss in Peninsular Malaysia, Al Jazeera dan Macaranga (Malaysia)

Gambar: tangkapan layar, Macaranga (Pulitzer Center)

Ukuran kawasan hutan di Semenanjung Malaysia yang dilaporkan secara resmi berbeda dengan ukuran kawasan hutan yang diukur dengan analisis citra satelit independen. Berdasarkan citra satelit, ada 500.000 hektar lahan hutan yang hilang tetapi tidak tercatat dalam penghitungan resmi kawasan hutan untuk tahun 2000-2019.

Kesenjangan data hutan timbul karena laporan resmi menghitung ukuran kawasan hutan berdasarkan penggunaan lahan yang terdaftar, bukan berdasarkan apa yang secara fisik ada di lahan tersebut. Akibatnya, lahan hutan yang sudah dibuka pun tetap masuk dalam penghitungan kawasan hutan.

Kesenjangan data hutan ini diinvestigasi lebih lanjut oleh Macaranga, portal berita asal Malaysia yang fokus pada isu lingkungan, dan Al Jazeera, dengan dukungan Rainforest Investigations Network dari Pulitzer Center. Investigasi yang dirilis dalam tujuh bagian ini menjelaskan lokasi dan kabar terkini terkait hutan yang hilang di Semenanjung Malaysia, serta pihak yang bertanggung jawab atas hal tersebut.

 

Forced to Scam: Cambodia’s Cyber Slaves, Al Jazeera (Kamboja)

Gambar: Tangkapan layar, YouTube (Al Jazeera)
Gambar: Tangkapan layar, YouTube (Al Jazeera)

Liputan investigasi terbaik berikutnya mengungkap sindikat penipuan siber milik perusahaan Cina beroperasi di seluruh penjuru Kamboja. Melakukan berbagai jenis penipuan siber, perusahaan-perusahaan ini meraup keuntungan hingga puluhan ratusan triliun rupiah setiap tahun.

Di industri ini pula, ribuan orang menjadi korban kerja paksa. Al Jazeera berbicara dengan lebih dari selusin korban yang berhasil melarikan diri. Terungkap bahwa para korban merupakan warga negara asing yang dijebak dengan iming-iming pekerjaan di Kamboja. Tanpa mereka sadari, mereka malah menjadi korban perdagangan manusia. Jika ingin bebas, korban harus membayar uang dalam jumlah besar yang dapat ditebus dengan bekerja sebagai penipu siber. Korban pun kerap mengalami kekerasan fisik saat bekerja.

Sindikat penipuan siber ini beroperasi di berbagai tempat di Kamboja—kasino, hotel, perumahan, dan tempat lainnya—yang dijaga dengan keamanan ketat. Al Jazeera menemukan bahwa sebagian besar tempat-tempat ini dikuasai oleh para investor China dan konglomerat yang memiliki hubungan dekat dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen.

 

Indonesian Football Disaster: The Brutal Moments Towards Mass Death, Narasi (Indonesia)

Sabtu, 1 Oktober 2022 menjadi catatan kelam dalam sejarah sepak bola Indonesia. Duel klasik antara Arema melawan Persebaya berujung pada tewasnya 135 orang penonton dan ratusan orang lainnya mengalami cedera. Pemerintah Indonesia membentuk tim independen untuk mengusut tragedi ini dan polisi telah menetapkan enam orang sebagai tersangka.

Alih-alih bergantung pada sumber pemerintah untuk meliput isu ini, Narasi melakukan investigasi secara mandiri. Kami memasukannya sebagai salah satu liputan investigasi terbaik karena teknik yang mereka gunakan dalam liputan. Media yang dikenal mahir menggunakan teknik investigasi sumber terbuka ini, mengumpulkan video yang beredar di sosial media dan meminta masyarakat untuk mengirimkan video yang mereka rekam ketika peristiwa ini berlangsung. 

Ribuan potongan video yang berhasil terkumpul kemudian dianalisis dan disajikan dalam rekonstruksi peristiwa menit ke menit. Narasi menggambarkan detail menjelang tembakan gas air mata oleh aparat, jenis dan jumlah proyektil yang ditembakkan, hingga lokasi jatuhnya proyektil. Dengan menggunakan video dari urun daya, mereka juga berhasil menggambarkan kengerian peristiwa ini dari sudut pandang para korban.

 

Impacts of the Myanmar Military Coup on Natural Resource Economies in Kachin State, Frontier (Myanmar)

Tanduk Seladang dijual di pasar di Laiza, Negara Bagian Kachin, Myanmar. Gambar: Sapai Min (Frontier)

Sejak akhir dekade 1990-an pemerintah Myanmar mulai menetapkan beberapa wilayah di negara bagian Kachin sebagai kawasan lindung. Upaya konservasi tersebut terus berlangsung melalui perluasan kawasan lindung hingga 2010. Frontier, media independen Myanmar yang berdiri sejak 2015, dan Yale Environment 360–majalah daring yang fokus pada isu lingkungan–mengulas bagaimana hal itu justru menyebabkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat miskin yang tinggal di wilayah tersebut. 

Kondisi semakin parah setelah terjadinya kudeta militer pada 2021 lantaran kekosongan peraturan. Salah satu dampak langsungnya adalah meningkatnya perdagangan satwa liar melalui Facebook hingga 74 persen. Banyak dari satwa tersebut banyak yang kemudian didistribusikan ke China sebagai bahan baku obat tradisional.

Kudeta juga mendorong menjamurnya penambangan emas ilegal di Kachin lantaran militer membutuhkan dana besar untuk operasinya. Masyarakat sekitar menjadi korban karena penggunaan merkuri dalam pertambangan mencemari sungai dan wilayah pertanian. Sementara itu, pengusaha yang dekat junta militer justru menangguk untung dari praktik ini. (Kinanthi Nadiya & Kholikul Alim)

Cara Menggalang Dana untuk Jurnalisme Investigasi

Mencari pendanaan bagi organisasi jurnalisme bisa jadi tanggung jawab yang meresahkan, terutama jika organisasi tersebut tidak memiliki orang yang berpengalaman dalam penggalangan dana. Bagaimana cara mengatasinya?

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.