Kalau main (ikan) air payau, enggak boleh sembarangan,” ungkap Andre, sebut saja begitu, ketika dihubungi Jaring.id pada Selasa, 31 Mei 2022.
Andre membeli pari sungai tutul dan pari black diamond di lokapasar pada 2019. Meski berasal dari satu famili, keduanya punya perbedaan mencolok. Black diamond yang berwarna hitam dicoraki totol putih, hidup di perairan tawar. Sementara itu pari sungai tutul yang berwarna coklat muda dengan diselimuti totol di tubuhnya butuh air payau agar bisa hidup.
Agar sungai tutul yang dibelinya bisa bertahan hidup, Andre melarutkan garam dalam air keran. Tingkat keasinan (salinitas) air kemudian diperiksa agar berada di kisaran 6-29 ppt, kondisi ideal sungai tutul bisa bertahan hidup.
Merasa hobinya bisa mendatangkan cuan, pria asal Kabupaten Bogor mulai berdagang pari. Lantaran belum bisa mengembangbiakkannya, Andre berburu pari di internet dan menjualnya kembali di lokapasar.
Hanya pesanan dengan waktu pengiriman maksimal 1x24 jam yang diladeninya. Lewat dari itu, ia emoh tanggung jawab kalau pari sampai di tangan pembeli dalam keadaan tak bernyawa. Pasalnya, parameter air dalam kemasan pengiriman sudah berubah dan berpotensi membunuh pari.
Ikan pari, terutama yang hidup di air payau seperti sungai tutul, memang tergolong sensitif. Meski tak mudah merawatnya, banyak penghobi tergoda dengan kecantikan ikan yang bisa berumur lebih dari 10 tahun jika hidup di habitat aslinya tersebut.
"Black diamond eksotik dan lebih banyak dibeli dibandingkan pari himantura (sungai tutul)," ujarnya.
Lantaran permintaan yang seret, Samuel berhenti memperdagangkan himantura sejak 2020. Ia mengaku tak tahu kalau ikan yang sempat diperjualbelikannya tersebut terancam punah. International Union Conservation of Nature (IUCN) memasukkannya dalam daftar merah atawa terancam sejak 2000. Sementara itu, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 tahun 2021 tentang Jenis Ikan yang Dilindungi juga menetapkan statusnya sebagai ikan yang dilindungi dengan status perlindungan penuh.
Mudah Didapat
Status Himantura tak melindunginya dari praktik jual-beli. Akhir tahun lalu peneliti independen IUCN, Benaya Simeon merogoh kocek Rp550.000,- untuk membelinya di lokapasar untuk keperluan penelitian.
Hanya berselang sehari setelah pemesanan, ikan dikirim langsung oleh kurir ke alamat Benaya. Setelah mengamati ciri-ciri fisik dan membandingkannya dengan berbagai literatur, ia memastikan kalau ikan yang dibelinya adalah jenis himantura.
Jaring.id menelusuri tiga platform lokapasar pada 24 Mei 2022 untuk memastikan kebenaran omongan Benaya. Dengan menggunakan beberapa kata kunci seperti pari air tawar, pari sungai, dan pari himantura, ratusan etalase pari kami dapati. Enam di antaranya menawarkan himantura.
Salah satu akun tersebut dikelola oleh orang yang kami sebut Iman.
Mulai berjualan ikan predator sejak empat tahun lalu, ia menyebut kalau penjualan melejit saat pandemi. Dalam satu bulan, 3 hingga 5 ekor himantura bisa dilegonya. Pasokan didapat dari beberapa nelayan di wilayah Sungai Musi, Sumatera Selatan.
“Saya modalin perahu dan pancing. Di sana juga ada pengepulnya. Setiap hari pasti dapat. Ditampung dulu, kalau sudah dibayar lalu dikirim sekaligus,” katanya kepada Jaring.id, pada Rabu, 12 April 2022.
Naziran, Kepala Desa Juro Taro, Muara Sugihan, Sumatera Selatan membenarkan pernyataan Iman. Menurut dia, banyak penduduknya yang memburu pari di Sungai Musi. Himantura memang sudah ditangkapi sejak 1960-an. Namun, Naziran menyebut kalau penangkapan besar-besar baru terjadi pada 2000-an.
Hampir setiap hari nelayan Muara Sugihan menangkap himantura. Tak peduli kecil atau besar, semua diangkut ke perahu. Harga jual ditetapkan berdasarkan bobot, kisarannya Rp20.000–Rp 25.000 per kg.
“Kalau yang kecil itu ukurannya 15-20 centimeter, satu kilonya bisa dapat 10 ekor,” ujar Nazirin.