Loading...

Rafflesia
di Tepi Jurang Kepunahan

"
Satu dari lima jenis Rafflesia di Bengkulu, tidak pernah lagi ditemukan dalam kurun 7 tahun terakhir. Pembalakan liar yang semakin marak mengancam habitat dan populasi alami Rafflesia. Kini, puspa langka ini di ambang kepunahan.
"

BETTY HERLINA, TRI SUHARMAN, FERI KRISTIANTO

Tiga bunga Rafflesia kemumuensis 5 kelopak, mekar hampir bersamaan, Kamis (06/10) di kawasan Hutan Boven Lais, Palak Siring, Kemumu, Bengkulu Utara. Berselang satu hingga dua hari, bunga-bunga tersebut mekar dengan ukuran bervariasi. Posisinya berdekatan, hanya beberapa meter saja.

Di sekitar bunga mekar tersebut, dijumpai beberapa bonggol (calon bunga Rafflesia, red) dan knop (cikal bakal bonggol Rafflesia, red), terlihat di permukaan kulit inang Tetrastigma. Ada juga sisa-sisa bunga Rafflesia yang sudah membusuk.

Salah satu bunga Rafflesia kemumuensis yang mekar di hutan Boven Lais. (Foto: Betty Herlina)

Sedangkan bunga ketiga, mekar sejak Rabu (05/10). Diameternya mencapai 60 cm. Sama halnya dengan bunga pertama dan kedua, di sekeliling bunga ketiga ini berserakan sisa-sisa bunga Rafflesia yang sudah membusuk, bonggol yang akan mekar dan juga knop.

Untuk menuju lokasi bunga Rafflesia mekar, pengunjung harus berjalan kaki kurang lebih 30 menit menyusuri jalan yang biasa digunakan warga desa untuk pergi ke kebun. Tiba di kawasan hutan, pengunjung harus memanjat dan menerobos semak.

Salah satu bunga Rafflesia kemumuensis yang mekar di hutan Boven Lais. (Foto: Betty Herlina)


“Sengaja aksesnya tidak terlalu dibuka, takut bunga dan bonggolnya dicacah-cacah orang lagi. Kami juga baru menemukan lokasi ini. Sebelumnya Rafflesia banyak mekar di atas, namun di atas hutannya sudah dibuka menjadi kebun. Untuk menemukan lokasi ini kami mengikuti arah Tetrastigma yang menjalar di atas tanah,” cerita Reggy Sunandar, relawan Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL), Bengkulu Utara.

Bengkulu
Land of Rafflesia

Peneliti bunga Rafflesia dari Universitas Bengkulu (Unib), Prof, Agus Susetya mengatakan, marga bunga Rafflesia dapat ditemukan di sepanjang barat garis Wallacea, meliputi perbatasan Myanmar dan Thailand, Semenanjung Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Di Indonesia bunga Rafflesia dapat ditemukan di Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

Saat ini hutan Sumatera, tepatnya sepanjang Bukit Barisan dari Aceh hingga Lampung menjadi rumah terbesar bagi habitat bunga Rafflesia.

“Khususnya di Bengkulu, hutannya masih luas dengan kelembaban dan kondisi yang masih bagus. Bunga Rafflesia masih sering dijumpai mekar,” katanya.

Bunga Rafflesia lanjut Agus, merupakan bunga parasit yang tidak membunuh inangnya Tetrastigma. Sifatnya dapat mekar sepanjang musim, tidak hanya musim hujan namun akan lebih cepat mekar ketika musim hujan. Sebagai parasit sempurna, Rafflesia tidak memiliki daun, batang, maupun akar.

“Jadi untuk makan, nutrisinya sepenuhnya bergantung pada inang, Rafflesia memiliki haustorium yang fungsinya mirip akar untuk menghisap sari makanan dari inangnya, Tetrastigma. Setiap spesies Rafflesia memiliki inang Tetrastigma yang berbeda-beda. Hanya Tetrastigma spesies tuberculatum yang bisa menjadi tempat menempel beberapa spesies Rafflesia,” terangnya.

Siklus hidup bunga Rafflesia dari mulai saat menempel pada inang hingga mekar sempurna membutuhkan waktu 2,5 sampai 3 tahun, dengan fase bunga mekar berkisar 5-7 hari. Bunga akan mekar dengan diameter maksimal pada hari ketiga mekar.

Di Bengkulu bunga Rafflesia dapat dijumpai mekar di 9 kabupaten. Mulai dari Mukomuko, Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah, Kepahiang, Rejang Lebong, Lebong, Seluma, Bengkulu Selatan dan Kaur. Berdasarkan penelusuran data terbuka, selama 7 tahun terakhir sejak tahun 2016 sampai Agustus 2022, ada 406 bunga Rafflesia yang dilaporkan mekar.

Paling banyak saat pandemi di tahun 2020 ada 95 bunga yang mekar. Sedangkan tahun 2022 hingga pencatatan Agustus ada 34 yang mekar. Kabupaten Kaur mendominasi populasi Rafflesia mekar terbanyak selama 7 tahun terakhir, yakni 117 kali mekar.

sebaran bunga rafflesia 2016 - 2022

Baca selengkapnya klik salah satu:

Terancam Punah

Ada 27 jenis Rafflesia di dunia, 5 di antaranya dapat ditemukan di Bengkulu, yaitu Rafflesia arnoldi, Rafflesia haseltii, Rafflesia bengkuluensis, Rafflesia gadutensi meijer dan Rafflesia kemumuensis. Berdasarkan pengumpulan data terbuka yang dilakukan selama 7 tahun terakhir, tidak ditemukan laporan Rafflesia haseltii mekar.

“Tahun 2004 lalu Rafflesia haseltii sempat ditemukan di Ketenong, Pinang Belapis, Lebong. Bentuknya mirip dengan Rafflesia tuan mudae yang ada di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Sampai saat ini belum ada lagi laporan terkait kemunculan Rafflesia haseltii. Saat itu mekarnya di kebun milik warga dan posisinya sedikit curam,” kata Agus.

Rafflesia arnoldi menjadi spesies yang paling banyak mekar selama 7 tahun terakhir, sebanyak 234 kali. Terbanyak mekar di tahun 2020 sebanyak 56 kali tahun 2022 hingga September diketahui mekar 24 kali.

Habitat Rafflesia arnoldi menyebar merata di wilayah Provinsi Bengkulu, mulai dari Kaur, Bengkulu Selatan, Seluma, Kepahiang, Bengkulu Tengah, Rejang Lebong, Lebong, Mukomuko, dan Bengkulu Utara.

Meski mekar dalam jumlah terbanyak diantara jenis lainnya dan tersebar merata, namun ada perbedaan yang mencolok dari diamater bunga tersebut di beberapa tempat. Juga terjadi pergeseran ukuran dan jumlah bonggol yang ditemui pada Rafflesia dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir.

Agus mengatakan, bunga Rafflesia arnoldi diketahui memiliki diameter 70-110 cm. Namun di Bengkulu Tengah daerah dengan mdpl yang lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Kaur, beberapa tahun terakhir diameter Rafflesia arnoldi yang mekar lebih banyak dijumpai rata-rata 60 cm. Berbeda dengan di Kaur yang berlokasi di dataran lebih rendah dan merupakan daerah pesisir,masih dijumpai Rafflesia arnoldi dengan diameter 80-90 cm.

Visualisasi jumlah bunga Rafflesia mekar per jenis selama 7 tahun terakhir
(Tahun 2016 sampai dengan Agustus, 2022)

“Seharusnya, semakin tinggi Mdpl kelembabannya masih bagus maka mekarnya bisa lebih besar. Tapi yang terjadi sebaliknya. Ini yang masih terus dilakukan riset. Selain itu di habitatnya populasi Rafflesia mulai mengalami penurunan, biasanya kita bisa mendapati lebih dari 20 bonggol, itu tingkat mortalitasnya (kematian, red) lebih rendah dibandingkan yang populasinya sedikit kurang dari 20 bonggol,” kata Agus.

Ancaman perubahan kawasan hutan dan pembalakan hutan

Berkurangnya jenis, perubahan diameter, jumlah bonggol, hingga lokasi mekar, mengindikasikan adanya ancaman pada habitat alami bunga Rafflesia khususnya di Bengkulu.Tanpa habitat alami, bunga Raflesia terancam punah.

Hutan di Provinsi Bengkulu sebagai habitat alami bunga Rafflesia mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Perubahan tersebut akibat bertambahnya populasi dan aktivitas manusia. Menurut Global Forest Watch, sejak tahun 2001 hingga 2021, Bengkulu kehilangan tutupan hutan seluas 402 kha tutupan pohon jumlah tersebut setara dengan penurunan 22% tutupan pohon sejak tahun 2000.

Perubahan kawasan ini, kata Agus menjadi salah satu ancaman bagi kelangsungan hidup bunga Rafflesia, selain perubahan iklim. Karena untuk tumbuh, Rafflesia melibatkan interaksi antara 3 tumbuhan, yakni jenis Rafflesia dengan inangnya yakni Tetrastigma, kemudian Tetrastigma dengan inang struktural berupa tumbuhan lain sebagai tumpuan untuk merambat. Biasanya ini berupa pohon-pohon besar. Kemudian interaksi dengan tumbuhan di luar kedua interaksi tersebut.

“Ini lah yang mendasari perlunya menjaga hutan, konservasi, dia (Rafflesia, red) merupakan parasit sempurna, sehingga perannya lebih ke arah indikator spesies, adanya jenis ini lebih menunjukan ekosistem hutan yang lebih baik. Biasanya populasinya masih bagus di lokasi hutan yang bagus,” paparnya.

Agus mengatakan, sering kali bunga Rafflesia mekar dekat dengan sumber air atau bantaran sungai. Itu terjadi karena salah satu sifat dari inang Rafflesia, yakni Tetrastigma adalah mencari sumber cahaya.

“Umumnya tutupan hutan yang terbuka itu kan sungai, di mana cahaya matahari bisa langsung masuk tidak terhalang pepohonan, makanya sering dijumpai Rafflesia mekarnya di daerah yang ada sumber airnya. Ada pula yang menggantung di atas, karena Tetrastigma naik mencari sumber cahaya,” lanjutnya.

Akibat kawasan hutan yang dirambah menjadi perkebunan, tidak jarang ditemukan Rafflesia mekar di lahan perkebunan milik warga. Selain itu, sejumlah tempat yang dulunya pernah dijumpai bunga Rafflesia mekar saat ini mulai tidak ditemukan lagi.

Seperti di tahun 2008, berdasarkan catatan Agus Susetya, bunga Rafflesia arnoldi pernah dijumpai mekar di Dusun Baru (Muko-Muko), Ketenong II (Lebong), Air Musno (Lebong), Danau Tes (Lebong), Taba Rena (Rejang Lebong), Beringin Tiga (Rejang Lebong), dan Suban Ayam (Rejang Lebong).

“Namun saat ini di tempat-tempat tersebut sudah tidak ditemukan mekar lagi. Biasanya di lokasi bunga pernah mekar, akan dijumpai bunga mekar lagi. Seperti di Mukomuko hanya ada satu kali dilaporkan mekar yakni Desa Talang Baru, Kecamatan Malin Demam, lokasi yang berbeda bila dibandingkan dengan sebelumnya,” kata Agus.

Titik Rafflesia Arnoldi mekar Tahun 2008

“Secara umum keterancaman habitat Rafflesia di kawasan hutan akibat perambahan dan pembalakan liar, sedangkan di kawasan milik masyarakat terjadi perubahan fungsi menjadi lahan perkebunan. Selain itu diperlukan perlindungan untuk status habitatnya baik yang berada di kawasan hutan dan di lahan milik masyarakat,” terang Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu dan Lampung, Donald Hutasoit.

Hasil penelusuran terbuka, kasus pembalakan liar yang terjadi di kawasan hutan di Provinsi Bengkulu selama 7 tahun terakhir cukup tinggi. Sejumlah wilayah dengan tingkat mekar bunga Rafflesia hanya satu kali, diketahui memiliki angka kasus pembalakan liar yang tinggi.

Seperti di Kabupaten Mukomuko, selama 7 tahun terakhir sejak tahun 2016 hingga Agustus 2022 diketahui ada 28 kasus pembalakan liar yang mencuat. Jumlah terbanyak selama periode tersebut untuk wilayah Bengkulu. Di Mukomuko, bunga Rafflesia ditemukan mekar hanya 1 kali dalam 7 tahun terakhir, yakni 17 Januari 2019 di Desa Talang Baru, Kecamatan Malin Deman.

Kemudian Bengkulu Selatan mencatatkan kasus pembalakan liar terbanyak kedua setelah Mukomuko dalam 7 tahun terakhir, paling banyak 20 kasus pada tahun 2018. Sejak tahun 2016 hingga 2018 sama sekali tidak dijumpai bunga Rafflesia yang mekar, baik spesies bengkuluensis maupun arnoldi. Bunga Rafflesia mulai dijumpai mekar sekali tahun 2019. Pada tahun tersebut tidak ditemukan kasus pembalakan liar di wilayah Bengkulu Selatan. Jumlah Rafflesia mekar bertambah banyak hingga tahun 2021, yakni 8 Rafflesia bengkuluensis dan 13 Rafflesia arnoldi. Hingga di tahun 2022, dilaporkan 2 kasus pembalakan liar, bunga Rafflesia saat itu hanya mekar 4 kali.

Sedikit berbeda dengan yang terjadi di Kabupaten Seluma, diketahui ada 6 kasus pembalakan liar yang terjadi sepanjang tahun 2016 hingga 2022. Selama rentang waktu tersebut, bunga Rafflesia dilaporkan mekar 11 kali di 6 titik lokasi yang berbeda. Tanggal 1 Juli 2018, Rafflesia ditemukan mekar sekali di wilayah tersebut, tepatnya di Desa Pagar, Kecamatan Ulu Talo. Rafflesia yang mekar ini memiliki warna pucat dengan diameter sekitar 60 cm. Selang satu hari, 2 Juli 2018, Rafflesia arnoldi ditemukan mekar sekali di kawasan hutan perbatasan antara Desa Pagar dan Desa Napal Melintang.

“Untuk Rafflesia yang ditemukan di Seluma tersebut, belum teridentifikasi jenisnya hingga saat ini, jadi tidak bisa disebut albino ataupun arnoldi, karena umumnya Rafflesia berwarna merah dan merah jingga,” terang Agus Susetya.

Sementara itu Kabupaten Bengkulu Utara dengan jumlah kasus pembalakan liar hanya terjadi dua kali, yakni tahun 2020 dan 2017, bunga Rafflesia ditemukan mekar setiap tahun dengan rata-rata mekar 16 kali mekar dalam setahun. Sama halnya dengan Kabupaten Bengkulu Tengah, yang tidak pernah dilaporkan mengalami kasus pembalakan liar selama 7 tahun terakhir, bunga Rafflesia mekar setiap tahun.

Minimnya edukasi pentingnya
menjaga bunga Rafflesia

Kurang teredukasinya masyarakat juga menjadi salah satu ancaman bagi kelangsungan hidup bunga Rafflesia di habitat alami. Meskipun ada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam, dimana pada Pasal 40 setiap pelaku pengrusakan akan mendapatkan ancaman hukuman 5 tahun atau denda Rp 100 juta, namun BKSDA, beberapa kali masih mendapatkan laporan pengrusakan bunga Rafflesia mekar.

“Hanya saja tidak bisa ditangkap pelakunya, karena tidak ada bukti kuat. Pemahaman dan kesadaran serta rasa bangga masyarakat masih kurang terhadap puspa langka dilindungi yang menjadi kebanggaan Provinsi Bengkulu,” kata Donald.

Serupa disampaikan, Ketua Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL), Sofian yang pernah mendapati tangan jahil mengecat kelopak bunga Rafflesia mekar dengan cat pilox. Ada juga yang memindahkan bunga ke lokasi yang lebih dekat dengan jalan umum sehingga mudah diakses pengunjung.

“Memindahkan lokasi bunga mekar dan mewarnai kembali lebih karena motif ekonomi. Bahkan ada juga yang sengaja mencacah-cacah bunga dan bonggol-bonggol yang ada. Termasuk ketika berfoto ada juga yang sampai merusak bunga. Makanya di beberapa lokasi bunga mekar sering kita pasang pagar, ada juga yang aksesnya tidak kita buka dan fotonya tidak kita publikasikan di hari yang sama,” terangnya.

Sofian mengatakan perlu inisiatif dari pemerintah untuk memberikan edukasi di masyarakat tentang pentingnya menjaga keberlangsungan hidup bunga Rafflesia di habitat asli. Termasuk mendukung konservasi bunga Rafflesia yang dijumpai mekar di hutan lindung. Berdasarkan penelusuran, di laman Dinas Kominfo dan Statistik Bengkulu, hanya Kabupaten Bengkulu Tengah dari 9 kabupaten yang ada, memasukan bunga Rafflesia dalam daftar objek wisata yang dapat dikunjungi.

Konservasi
In Situ

Holidin, petani asal Tebat Monok, Kepahiang, memperlihatkan inang Rafflesia, Tetrastigma yang ditanam di lahan konservasi miliknya, Sabtu, 1 Oktober 2022. (foto: Betty Herlina/bincangperempuan)

Selain itu, upaya penangkaran juga dilakukan Holidin, petani asal Desa Tebat Monok, Kepahiang. Di tahun 2021, satu bunga Rafflesia berhasil mekar di lahan kebun milik keluarganya yang masih masuk area kawasan Hutan Lindung Bukit Daun (habitat bunga Rafflesia, red) namun sudah alih status menjadi Hutan Kemasyarakatan. Bunga tersebut mekar setelah bertahun-tahun sejak Holidin mulai mengambil potongan ujung Tetrastigma yang pernah didapati Rafflesia mekar di hutan.

“Kurang lebih 8 tahun, waktu itu kita ambil ujung Tetrastigma-nya yang paling muda, kemudian dimasukan ke polybag yang sudah diberi tanah. Kemudian dibiarkan di lokasi tersebut (hutan, red) selama 3 bulan. Kita cek setiap saat, setelah muncul akar dari Tetrastigma baru kita bawa pulang ke rumah. Lokasinya kita pisah-pisah, dan yang mekar baru satu itu di lahan kebun persis di belakang rumah kakak saya. Sempat ada beberapa bonggol lain yang akan mekar, tapi mati,” cerita Holidin.

Kepala BKSDA Bengkulu dan Lampung, Donald Hutasoit mengatakan saat ini kawasan konservasi bunga Rafflesia di bawah pengawasan BKSDA hanya di Cagar Alam Taba Penanjung dan TWA Seblat. Minimnya jumlah petugas serta banyaknya bunga Rafflesia yang mekar di luar wilayah konservasi menjadi kendala utama bagi BKSDA.

“Saat ini aktif untuk lokasi yang dekat-dekat saja seperti di Bengkulu Tengah karena dekat dengan kawasan konservasi yang kami kelola, yang menjadi permasalahan kebanyakan bunga Rafflesia berada di luar kawasan konservasi, malahan ada beberapa yang mekar di luar kawasan hutan seperti di tanah masyarakat,” jelasnya.

Setelah Dua Abad Penantian

Sekitar enam kuncup atau knop bunga muncul dari sela akar pohon anggur hutan di Kebun Raya Bogor (KRB), Jawa Barat, Selasa (04/10). Kuncup paling kecil seukuran bola pingpong, sedangkan yang paling besar hampir seukuran bola kasti. Warnanya coklat pekat dengan ujung paling atas lancip bak kubah masjid.

Area Konservasi bunga rafflesia arnoldi di Kebun Raya Bogor pada Selasa 4 Oktober 2022/Foto Tri Suharman

“Ukurannya mirip dengan bunga Rafflesia di Lampung, tempat biji asalnya kami ambil,” ujar Dian.

Kini bermunculan lagi kuncup baru yang siap untuk mekar. Kuncup Rafflesia ini ditutupi kawat ram agar terhindar dari gangguan hewan maupun tangan jahil manusia. Di sekeliling kuncup juga dipasangi semacam police line agar pengunjung KRB tak bisa langsung mendekati kuncup Rafflesia tersebut.

Munculnya kuncup Rafflesia ini semakin mengukuhkan hasil perjuangan panjang Dian dan para peneliti dalam berupaya menyemai biji Rafflesia di KRB. Menurut catatan BRIn, upaya konservasi atau penumbuhan Rafflesia arnoldi di luar habitatnya sudah dilakukan sejak 1818, tak lama setelah bunga ini ditemukan seorang pemandu yang bekerja untuk Dr. Joseph Arnold, peserta ekspedisi Thomas Stamford Raffles di hutan Sumatera. Namun upaya konservasi itu belum menuai hasil.

Periset dan Kurator Koleksi Rafflesia di KRB, Sofi Mursidawati mengatakan, ketertarikan terhadap konservasi Rafflesia arnoldi di luar habitatnya semakin kuat dengan munculnya penelitian terkait hal tersebut di KRB pada 1852. Bahkan catatan penelitian menyebut Rafflesia arnoldi disebut berhasil mekar.

“Tapi data-datanya kurang komprehensif sehingga (keberhasilannya) diragukan sebagian besar peneliti,” kata Sofi.

Pada 2006 atau sekitar 16 tahun yang lalu, peneliti KRB kembali berupaya menumbuhkan atau menyemai Rafflesia arnoldi melalui inokulasi biji. Namun Dian Latifah mengatakan biji Rafflesia yang ditanam ke akar inang kala itu tidak tumbuh sama sekali. Barulah pada 2012, penyemaian kembali Rafflesia arnoldi akhirnya membuahkan hasil pada awal 2022 ini.

“Jadi baru sekarang kami tahu bahwa yang berhasil itu adalah yang disemai pada 2012. Artinya butuh waktu sekitar 10 tahun untuk memekarkan Rafflesia di sini,” kata Dian. Bila dihitung sejak 1818 sampai 2022, upaya konservasi Rafflesia arnoldi di luar habitatnya secara keseluruhan berhasil setelah 204 tahun.

Dian mengatakan timnya sangat senang mencatat sejarah melakukan konservasi Rafflesia arnoldi di luar habitatnya untuk kali pertama. Apalagi keberhasilan ini berangkat dari uji coba atas rasa penasaran peneliti untuk melakukan penyemaian melalui proses biji.

“Waktu itu kami tidak terlalu berharap karena bijinya ditemukan mulai busuk dan diinjak-injak gajah di Lampung. Namun kami tetap penasaran dan ternyata berhasil,” kata dia tersenyum lebar. “Ini bisa dikatakan pertama di dunia, bisa menyemai bunga Rafflesia, karena selama ini belum ada yang berhasil melakukannya,” ujar Dian.

Dian menceritakan proses penyemaian Rafflesia dimulai dengan metode perkecambahan dengan mengecek kesehatan biji Rafflesia yang bakal disemai. Kemudian biji Rafflesia yang dinyatakan sehat berukuran antara 0,5 mm sampai 1 mm tersebut disisipkan ke dalam akar inang berupa anggur hutan atau tumbuhan Tetrastigma yang sudah tumbuh di KRB sejak puluhan tahun silam.

Menurut Dian, KRB memiliki banyak koleksi tumbuhan dari suku anggur-angguran yang di antaranya bisa menjadi inang Rafflesia. Bahkan inang yang merupakan tumbuhan merambat itu tak hanya berasal dari dalam negeri, tapi juga dari luar negeri.

Dian menuturkan peneliti berusaha menyisipkan biji Rafflesia arnoldi di banyak akar anggur hutan, tapi anggur hutan asal kebun raya Florida, Amerika Serikat yang berhasil memekarkan Rafflesia pada 12 September lalu. “Asal inang ini ditemukan dari catatan sejarah tentang upaya peneliti saling tukar-menukar biji antar-kebun raya di dunia pada 1950-an,” ujar Dian.

“Kami masih mencari tahu kenapa inang dari Amerika yang berhasil sementara yang lokal tidak,” ucapnya menambahkan.

Dian Latifah memeriksa kondisi Tetrastigma lanceolarium, anggur hutan yang menjadi inang Rafflesia arnoldi di KRB/ Foto-Tri Suharman

Dian menambahkan tak ada perlakuan khusus seusai menyisipkan biji Rafflesia arnoldi ke dalam akar inang. Peneliti hanya meminta bagian perkebunan di KRB untuk tidak memangkas terlalu banyak rerumputan di sekitar area konservasi selama 10 tahun terakhir. “Jangan sampai mengenai akar inang dan areanya terlalu terbuka,” ucapnya.

Akhirnya pada awal 2022, kuncup Rafflesia arnoldi bermunculan dan mekar dengan baik Di area konservasi KRB pada 12 September. Sofi Mursidawati mengatakan proses penyemaian yang cukup panjang menunjukkan Rafflesia arnoldi membutuhkan waktu yang lama untuk berkembang biak. “Dan yang inilah yang menyebabkan kelangkaannya,” ucap Sofi.

Sofi mengimbau agar semua pihak bisa menjaga kelestarian Rafflesia dengan tidak mengganggu habitatnya. Menurutnya, ketergantungan Rafflesia terhadap habitatnya adalah sesuatu yang mutlak karena membutuhkan inang yang sehat, keberadaan sejumlah serangga pembawa serbuk sari, serta kebutuhan spesifik lainnya yang hanya bisa diakomodasi oleh habitat alaminya.

Bila habitat tersebut rusak, kata Sofi, Rafflesia akan semakin sulit untuk berkembang. “Ekosistem Rafflesia ini tidak bisa dimanipulasi seperti tanaman budidaya pada umumnya. Jadi sekalinya rusak pasti sifatnya permanen dan tidak akan bisa direstorasi,” ucap dia.

Kuncup Rafflesia arnoldi di KRB/ Foto: Tri Suharman

Dian Latifah menambahkan, salah satu hal yang bisa mengganggu pertumbuhan Rafflesia arnoldi adalah kanopi hutan yang terbuka karena akan memicu suhu yang panas. “Kalau saya lihat di habitatnya, dibutuhkan area yang tidak terlalu terang dan tak terlalu teduh karena perlu fotosintesis dari inang ke Rafflesia,” kata Dian.

Dian pun mengatakan kerusakan hutan seperti pembalakan liar (pembalakan liar) sangat berbahaya bagi kelangsungan puspa langka ini. Sebabnya, itu akan membuat inangnya tak bisa berkembang karena tumbuhan merambat ini sangat tergantung pada pohon-pohon penyangga di sekelilingnya. Tanpa habitat yang sehat Rafflesia sebagai tumbuhan parasit yang “numpang hidup” pada inangnya juga akhirnya mati.