Suara lantang para pekerja Tempo, termasuk jurnalis menggema di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ragunan, Ps. Minggu, Kota Jakarta Selatan, Senin, 3 November 2025. Mereka menuntut agar majelis hakim menolak gugatan ganti rugi immateriil sebesar Rp200 miliar yang diajukan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap laporan investigasi majalah Tempo. Tindakan Amran yang meminta ganti rugi ratusan miliar Rupiah kepada Tempo dinilai melanggar mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Aksi yang berlangsung sekitar dua jam itu juga diikuti dan mendapat dukungan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN), hingga Koalisi Media Alternatif (KOMA) yang beranggotakan 28 media independen nonprofit di seluruh Indonesia, di antaranya Jaring.id, Konde.co, Projectmultatuli.org, Bandungbergerak.id, dan Bollo.id. Mereka satu suara untuk menolak gugatan Amran sembari membentangkan poster yang di antaranya bertuliskan, ”Rezim Otoriter Takut terhadap Media yang Kritis,” ”Pengadilan Tidak Memiliki Kewenangan untuk Memeriksa dan Mengadili Gugatan terhadap Tempo”, ”#Gugat Rp 200 Miliar = Bangkrutkan Media = Bredel Gaya Baru.”
Jurnalis Tempo yang juga penyiar program Bocor Alus Politik (BAP), Raymundus Rikang dalam orasinya mengungkapkan bahwa kebebasan Tempo untuk menulis dan menyampaikan kebenaran terancam, apabila hakim mengabulkan gugatan tersebut. “Kalau para hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan, maka matilah kebebasan pers di Indonesia. Kami harus melawan gugatan Amran,” kata Rikang–sapaan akrabnya, saat menyampaikan orasinya di PN Jaksel.
Sengketa pers antara Menteri Pertanian Amran Sulaiman dengan Tempo bermula dari aduan terhadap pemberitaan Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk,” yang tayang di akun X dan Instagram Tempo.co pada 16 Mei 2025. Isi beritanya mengungkap penyerapan gabah oleh Bulog melalui kebijakan any quality dengan harga tetap Rp 6.500 per kilogram.
Menteri Amran merasa dirugikan dengan judul berita yang dibuat oleh Tempo. Dia kemudian melayangkan gugatan ke Dewan Pers. Lembaga yang berfungsi untuk mengembangkan dan melindungi kehidupan pers di Indonesia ini kemudian mengeluarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Nomor 3/PPR-DP/VI/2025. Dewan Pers menyatakan pemberitaan Tempo melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 terkait tidak akurat dan melebih-lebihkan serta Pasal 3 yang dianggap mencampur fakta dan opini yang menghakimi.
PPR tersebut merekomendasikan agar Tempo mengganti judul poster, meminta maaf, melakukan moderasi konten, dan melaporkan pelaksanaan rekomendasi kepada Dewan Pers. Meski Tempo telah memenuhi rekomendasi tersebut, Amran memandang Tempo belum melaksanakan keputusan Dewan Pers. Dia lantas mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 684/Pdt.G/2025/PN JKT SEL. Ia menilai Tempo melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian materiil dan imateriil.
Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra menilai gugatan perdata di pengadilan yang dilakukan pejabat publik, seperti Amran Sulaiman sangat mengkhawatirkan. Hal tersebut akan menjadi preseden buruk bagi pers di masa yang akan datang. Menurutnya, Amran seharusnya tetap menempuh prosedur yang benar, yakni melalui Dewan Pers jika tidak puas dengan sebuah pemberitaan. Begitu Amran, kata dia, memakai mekanisme hukum lewat pengadilan, bukan hanya kebebasan pers yang terancam, tapi ketakutan bredel gaya baru yang akan meluas.
“Di sanalah semestinya, sengketa pers diselesaikan. Di sana pula media belajar untuk terus dewasa dan bertanggung jawab,” ujar Setri dalam keterangan tertulis yang diterima Jaring.id, pada Senin, 3 November 2025.
“Apa yang kita lakukan hari ini bukan untuk menghalangi pejabat publik seperti Amran Sulaiman memakai haknya menggugat ke pengadilan, namun menghentikan preseden buruk menyelesaikan sengketa pers secara otoritarian. Publik berhak tahu bagaimana menyelesaikan sengketa pers secara beradab di era demokrasi,” ia menambahkan.
Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999 telah mengatur penyelesaian sengketa pers, yakni melalui Dewan Pers. Dalam hal ini protes bisa diajukan melalui hak jawab atau hak koreksi. Jika masih belum puas, seharusnya ia menempuh sengketa pemberitaan ke Dewan Pers.
“Setelah hampir tiga dekade kita memiliki UU Pers masih ada pejabat publik yang belum memahami esensinya. Saya kira, Indonesia termasuk maju dalam memperlakukan pers di era demokrasi dengan keberadaan Dewan Pers. Di sanalah, semestinya, sengketa pers diselesaikan. Di sana pula media belajar untuk terus dewasa dan bertanggung jawab,” kata dia.

Sementara itu, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Nany Afrida menilai gugatan perdata menteri pertanian kabinet Presiden Prabowo Subianto sengaja ingin membangkrutkan media. Dengan gugatan di PN Jaksel itu, lanjut Nany, energi wartawan dan karyawan Tempo akan akan terkuras untuk mengurusi gugatan di samping melakukan kerja-kerja jurnalistik. “Gugatan sebesar Rp200 miliar ini merupakan bentuk upaya pembungkaman dan pembangkrutan media,” ujar Nany dalam orasi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Bagi Nany, gugatan Amran tidak hanya mengancam Tempo sebagai institusi media yang bekerja untuk publik, tetapi juga berbahaya bagi kebebasan pers. Menurutnya, gugatan terhadap pers yang dilakukan pihak Amran bukan kali pertama terjadi. Di Makassar, Sulawesi Selatan sedikitnya ada enam media yang digugat hampir Rp 1 triliun karena dianggap mencemarkan nama baik Amran. Meski begitu, hakim Pengadilan Negeri Makassar saat itu menolak gugatan yang dilakukan kolega Amran.
“Hari ini Tempo yang digugat, tapi ke depan bisa saja gugatan serupa ditujukan kepada media lain yang mengkritik pemerintah. Membawa kasus ini ke pengadilan merupakan pembungkaman pers melalui jalur hukum,” tegasnya.
Ketua Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Erick Tanjung menambahkan bahwa gugatan perdata Amran di PN Jaksel sama saja melangkahi kewenangan Dewan Pers yang telah diatur dalam UU Pers. Karenanya gugatan Amran harus ditolak dalam putusan sela karena tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing. ”Jangan sampai hal ini menjadi preseden buruk ke depan. Pejabat yang tipis telinganya, tidak terima dengan kritikan, merasa citranya buruk, lalu menggugat secara perdata. Yang rugi tidak hanya Tempo, tetapi juga kebebasan pers dan kepentingan publik,” urainya.
Direktur Eksekutif LBH Pers Mustafa Layong menyebut gugatan dengan tuntutan ganti rugi yang dilakukan Amran Sulaiman tidak masuk akal. Menurut Mustafa, Amran sebagai pejabat publik dan pembantu presiden tidak memiliki dasar hukum menggugat media yang menjalankan fungsi pengawasan dan kritik terhadap kebijakan pemerintah. “Apalagi dengan dalih bahwa berita Tempo merusak nama baik kementerian,” ujar Mustafa.
Merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII-2024 tentang perkara pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Menurut Mustofa berdasarkan pasal 27A tuduhan pencemaran nama baik hanya dapat diajukan oleh individu bukan lembaga atau institusi. Sebab itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers sekaligus kuasa hukum Tempo ini meminta meminta agar hakim menolak putusan gugatan Amran Sulaiman.
“Karena tidak sesuai ketentuan undang-undang dan seharusnya pejabat publik menjalankan kewajiban untuk memenuhi hak publik atas informasi bukan melaporkan gugatan,” kata Mustofa.
Setelah persidangan, ahli hukum pers Yosep Adi Prasetyo yang merupakan mantan Ketua Dewan Pers menyarankan agar majelis hakim segera menunda sidang gugatan Amran untuk memberikan kesempatan kepada Dewan Pers menyelesaikan sengketa pers di antara kedua belah pihak. “Nanti Dewan Pers sampaikan pernyataan khusus. Pihak teradu tidak jalankan PPR Dewan pers atau menjalankan, namun muncul ketidakpuasan pengadu belum dijalankan, maka Dewan Pers mendorong titik temu,” ungkapnya.
Ditemui di tempat yang sama, kuasa hukum Menteri Pertanian, Edi Purnomo menyampaikan bahwa sidang hari ini masih dalam tahap mendengarkan keterangan ahli. Pada 17 November nanti, majelis hakim PN Jaksel akan membuat putusan sela apakah gugatan tersebut layak dilanjutkan ke tahap pembuktian atau tidak. Dia mengaku akan mengikuti proses serta putusan hakim.
“Ini masih bicara tahapan pemeriksaan ahli apakah pengadilan berwenang memeriksa kasus ini. Jadi pada 17 November nanti apakah running atau pengadilan negeri memutuskan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) atau tidak dapat diterima. Tunggu saja, ini negara hukum sama-sama mencari keadilan bagaimana supaya PPR itu menurut pendapat kami tidak diindahkan,” kata Edi Purnomo usai menjalani sidang.



