Masa Depan Jurnalisme: Kolaborasi dalam Investigasi

Jika Anda memandang bahwa eksklusivisme dalam investigasi masih segala-segalanya, ini berarti Anda masih berkutat dalam jurnalisme masa lalu. Sebab, masa depan jurnalisme adalah kolaborasi dalam investigasi. Sudah tidak zamannya lagi memandang media lain sebagai kompetitor.

“Kerja sama di kalangan media yang berbeda menjadi masa depan jurnalisme investigasi,” kata Marina Walker Guevara, yang mengoordinasi jaringan 376 reporter yang mengungkap “Panama Papers,” ketika hadir dalam acara dialog dan diskusi John S. Knight Journalism Fellowships (JSK) Reunion and 50th Anniversary Celebration, pekan lalu.

Guevara adalah asisten direktur International Consortium for Investigative Journalism, sebuah organisasi yang berpusat di Washington yang memiliki 200 reporter di 65 negara. ICIJ dihubungi koran Jerman Süddeutsche Zeitung ketika mereka menerima dokumen-dokumen rahasia terkait korupsi internasional.

Pembocoran dokumen dari firma hukum Panama Mossack Fonseca mengungkap penyembunyian harta oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar di surga-surga pajak, sekuritas, keuntungan dan penghindaran pajak oleh para kepala negara, politikus, pebisnis, atlet, artis, dan lain-lain.

Guevara mengaktifkan jaringan profesional begitu menerima lebih dari 11,5 juta dokumen tahun lalu. Tapi sebelum itu, jutaan dokumen itu diubah menjadi format yang bisa dibaca oleh reporter Spanyol dan kepala tim analisis data ICIJ Mar Cabra.

“Tanpa Mar Cabra … Tak ada yang mungkin. Kami berutang padanya dan timnya yang memungkinkan dokumen-dokumen ini dibaca dan dibagikan…,” kata Guevara. Ia menambahkan banyak dokumen dalam format PDF dan tidak mungkin ditelusuri sebelum Cabra dan timnya “memprosesnya, membuatnya terbaca dan mengunggah kemudian menjadi platform aman yang bisa ditelusuri.”

376 wartawan dari 109 media masa di 76 negara dalam jaringan tutup mulut hingga 13 April 2016, ketika hasil pertama investigasi Panama Papers diterbitkan secara simultan.

“Reaksi menjadi global, dari penyelidikan kejahatan di Amerika Serikat dan negara-negara lain, hingga pemecatan para pejabat sehingga Anda tidak bisa menyembunyikan pemilik sebuah perusahaan, yang dalam analisis final menjadi basis untuk surga pajak,” kata Guevara, yang memuji apa yang telah dikerjakan untuk mencapai sebagai “transparansi yang lebih besar.”

Sementara media-media massa biasanya memandang satu sama lain sebagai pesaing di masa lalu, kini mereka justru bisa menemukan kekuatan dalam jumlah ketika mereka berkolaborasi dalam berita-berita yang kompleks. “Kami menyerukan para jurnalis untuk bergabung dalam kelompok,” kata Guevara.

Mengenai data besar, Michael Rezendes, reporter untuk tim Spotlight Boston Globe, mengatakan, “Data besar harus dihidupkan oleh orang.” Yang paling penting adalah membuat orang bicara dengan wartawan di luar kantor, ia menambahkan. Ini tantangan ketika ruang redaksi kehilangan separuh dari staf redaksi dalam tahun-tahun belakangan.

Proses investigasi yang diceritakan dalam film The Spotlight berlangsung saat fajar zaman internet, kata Rezendes. Waktu itu, tak ada perangkat-perangkat data besar, tapi kemahiran sederhana untuk memuat dokumen-dokumen legal yang melibatkan pelecehan seksual terhadap anak-anak oleh para pastor Katolik membantu pembaca untuk memahami cerita itu. Ini membuat temuan-temuan para reporter itu “tahan peluru,” katanya. (*)

 

Sumber:

1.“Future of investigative reporting focused on collaboration, big data technology, experts say at Stanford panel”, diterbitkan di news.stanford.edu, 11 Juli 2016

2. “Journalism’s future is in cooperation, says coordinator of Panama Papers”, diterbitkan latino.foxnews.com, 10 Juli 2016

Riset Soal Jurnalis Perempuan

GIJN telah menyusun daftar berisi laporan teranyar mengenai isu perempuan. Daftar ini diperbarui secara berkala dan Anda bisa memeriksanya kembali agar tak ketinggalan perkembangan terbaru.

Berlangganan Kabar Terbaru dari Kami

GRATIS, cukup daftarkan emailmu disini.